Penanggulangan banjir merupakan salah satu topik yang selalu menjadi persoalan setiap tahunnya di Indonesia. Pada awal 2020, di beberapa wilayah Indonesia, termasuk DKI Jakarta, sempat mengalami banjir besar.
Bencana tersebut pun diprediksi telah menimbulkan kerugian hingga mencapai Rp10 triliun, berdasarkan peneltian yang dilakukan oleh Institute For Development of Economics and Finance (INDEF).
Provinsi Kalimantan Selatan juga mengalami hal serupa pada awal Januari 2021. Tim Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) memperkirakan nilai kerugian akibat bencana di wilayah itu mencapai Rp1,329 triliun.
Akibat besarnya kerugian yang disebabkan banjir, sejumlah negara terus mencari solusi untuk mengatasi persoalan ini. Salah satu yang digunakan tentu adalah penggunaan teknologi penanggulangan banjir yang sudah diterapkan di sejumlah negara.
Apa saja teknologi-teknologi tersebut? Simak ulasannya melalui pembahasan artikel di bawah ini:
G-Cans, Tokyo
Bicara soal pemanfaatan teknologi penanggulangan banjir, Jepang adalah salah satu ahlinya. Penggunaan teknologi tersebut juga mereka gunakan untuk mengatasi persoalan banjir di Tokyo dengan nama proyek G-Cans.
G-Cans merupakan kanal penampungan air bawah tanah di Kasukabe, Tokyo yang memiliki tinggi 25,4 meter, atau setara dengan gedung enam lantai. Proyek G-Cans ini dimulai pada 1993 dan berakhir pada 2006, dan menghabiskan biaya sebesar US$2,6 miliar.
Kanal banjir proyek G-Cans ini memiliki puluhan menara slinder setinggi 70 meter dan memiliki lima ruangan slinder G-Cans, yang masing-masing dikabarkan bisa menampung hingga 13 juta galon air.
Thames Barrier, London
Thames Barrier merupakan salah satu teknologi penanggulangan banjir andalan milik Inggris. Kanal banjir yang pertama kali dibangun pada 1974 dan selesai delapan tahun setelahnya itu melintang selebar 520m di sungai Thames dan diklaim dapat melindungi sekitar 125 meter di kota London.
Kanal Thames Barrier terdiri dari 10 gerbang baja, yang masing-masing memiliki lubang lebih dari 20 meter dan berat 3.700 ton yang bisa tertutup dan terbuka. Kanal ini diklaim mampu menahan beban air lebih dari 9.000 ton.
Ketika terjadi badai atau air pasang, Thames Barrier akan otomatis tertutup berkat adanya sensor yang tertanam di masing-masing gerbang. Tujuan penutupan gerbang ini agar aliran air dari hulu sungai berhenti dan tidak mengalir ke pusat kota.
SMART, Malaysia
Negara tetangga Indonesia, Malaysia, juga memiliki teknologi penanggulangan banjir bernama Stormwater Management and Road Tunnel (SMART). SMART merupakan terowongan yang dibangun secara khusus untuk mengendalikan luapan air dari sungai di sekitar kota Kuala Lumpur.
Dibangun sejak 2003 dan rampung empat tahun setelahnya, terowongan SMART yang memiliki diameter 13,2 meter dan panjang 9,7 kilometer tersebut dianggap cukup efektif mengendalikan bencana banjir di Malaysia karena memiliki wadah penampung air berkapasaitas 3 juta meter kubik.
Menariknya, terowongan SMART juga berfungsi untuk mengurangi tingkat kemacetan di Malaysia. Sebab, apabila curah hujan tidak tinggi, terowongan yang pembangunannya dikabarkan memakan biaya hingga Rp7 triliun tersebut berfungsi sebagai jalan tol bagi pengendara transportasi darat.
Bagaimana dengan Indonesia?
Karena termasuk sebagai negara yang sering mengalami bencana banjir, Indonesia juga tidak tinggal diam. Beberapa upaya menggunakan teknologi untuk penanggulangan banjir telah dilakukan di beberapa daerah. Di Jakarta, misalnya, yang telah menerapkan beberapa teknologi seperti Automatic Weather Station, Disaster Warning System, dan Automatic Water Level Recorder.