Sampah ternyata dapat diolah secara keseluruhan dan diubah menjadi barang bernilai ekonomis dengan Masaro.
Sejak lama sampah menjadi masalah di perkotaan. Selama ini pengelolaan sampah masih mengandalkan metode penimbunan sampah (sanitary landfill). Sementara produksi sampah terus meningkat selaras dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Metode pengelolaan sampah tersebut tentu kurang efektif.
Pengelolaan sampah perlu dilakukan secara efektif seperti Manajement Sampah Zero alias Masaro. Konsep pengelolaan dan pengolahan sampah terbaru ini dianggap paling solutif oleh para ahli. Konsep Masaro menangani sampah organik dan non-organik menjadi barang bernilai ekonomi baik.
Kepala Laboratorium Teknologi Polimer dan Membran Institut Teknologi Bandung (ITB), Ir. Akhmad Zainal Abidin, M.Sc., Ph.D menjelaskan, Masaro efektif mengurangi sampah yang tidak dapat didaur ulang hingga 95%-96%. Tak hanya itu, sampah yang dikelola dengan Masaro menghasilkan nilai ekonomi dan mendatangkan keuntungan bagi pelakunya.
“Misalnya polistirena (styrofoam) yakni materi paling berkelanjutan untuk lingkungan ketimbang kemasan makanan lainnya,” katanya dalam keterangan pers di Jakarta beberapa waktu lalu.
Hal ini disebabkan kemasan berbahan dasar kertas jarang didaur ulang karena tidak ada cara ekonomis. Daur ulang kemasan tersebut membutuhkan biaya tinggi memisahkan kertas dan lapisan plastik. Terlebih produsen kertas enggan menggunakan pulp kertas bekas.
Berbeda dengan polistirena, materi ini dapat diolah secara maksimal. Misalnya saja dipecah dan diubah menjadi produk baru untuk kemasan elektronik, dimanfaatkan sebagai beton ringan serta pembersih senyawa sulfur atau absorber. Selain itu, absorber juga berguna meningkatkan kualitas bahan bakar minyak.
Konsep Masaro memilah sampah berdasarkan jenisnya dan diolah sesuai materialnya. Misalkan sampah mudah membusuk diolah menjadi pupuk dan pakan organik cair. Kemudian menggunakan pirolisator biolestari untuk mengolah sampah plastik berkualitas rendah dan plastik film menjadi BBM cair serta insenerator untuk daur ulang sampah bakar (ranting, kertas yang tidak dapat didaur ulang, sisa kain, kayu dan sampah B2).
Hingga kini Masaro telah diaplikasikan di beberapa daerah di Indonesia, meliputi Indramayu, Majalengka, Cirebon, Karawang, Solo, Anambas dan Pekanbaru.
“Diharapkan dengan sudah dilakukan di daerah tersebut, membuat pemerintah daerah lainnya dapat menerapkan MASARO juga,” pungkasnya.
sumber : pinkkorset.com