Kesejahteraan

Kesejahteraan masyarakat selalu menjadi salah satu instrument penting dalam menilai kinerja suatu pemerintahan. Kota Bandung di wilayah Bandung Raya memiliki nilai Product Domestic Regional Bruto (PDRB) Per-Kapita dan Pengeluaran Per-Kapita Terbesar. Hal ini menjadikan Kota Bandung lebih “Sejahtera” dibanding Kota/Kabupaten disekitarnya.

Akan tetapi, hal ini tidak membuat gap antara “sikaya” dan “simiskin” berkurang. Saat ini Gini Ratio Kota Bandung berada di angka 0,46 (BPS, 2022), nilai ini menjadi nilai tertinggi sejak 2018, bahkan nilai ini terbesar di Wilayah Bandung Raya.

Gini Ratio mengungkapkan bahwa ketimpangan kesejahteraan masyarakat di Kota bandung masih terjadi. Bahkan jika dibandingkan dengan Jawa Barat dan Indonesia, Kota Bandung masih lebih besar.

Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Pada tahun 2022, TPT di Kota Bandung ada di angka 9,55% atau sekitar 137.000 jiwa. Angka ini menurun dibanding 2021 akan tetapi masih lebih besar dari TPT Jawa Barat maupun Indonesia. Lulusan SMA menjadi tingkat lulusan dengan persentase sebesar 44,29% atau sekitar 60.700 Jiwa.

Sumber Daya Manusia (SDM)

Indonesia sedang memasuki masa bonus demografi dimana banyak penduduk masuk pada kategori usia produktif atau usia kerja dan diperkirakan 2030 akan menjadi puncak dari bonus demografi Indonesia. Hal yang sama juga di alami oleh Kota Bandung dimana pada tahun 2022 persentasi penduduk usia produktif berada di angka 57,8% atau sekitar 1,47 juta jiwa.

Hal ini bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi Kota Bandung dengan syarat semua penduduk usia produktif memiliki pekerjaan dan berani berusaha, memiliki keahlian yang sesuai dengan kebutuhan industry, serta menguasai tekhnologi kekinian. Jika hal ini terjadi, penduduk Kota Bandung akan semakin sejahtera dan perekonomian akan semakin kuat.

Kondisi yang terjadi saat ini: 59% penduduk yang bekerja di sektor Formal dan 41% penduduk bekerja di sektor informal. 56,5% penduduk bekerja sebagai Buruh / Karyawan / Pegawai dan 34,5% penduduk memilih untuk Berusaha baik usaha sendiri atau dibantu pegawai. 76,22% penduduk bekerja di sektor jasa, 23,34% bekerja di sektor manufaktur dan hanya 0,45% bekerja di sektor pertanian.

Lingkungan

Ruang Terbuka Hijau

Luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Bandung masih jauh dari ideal, yaitu hanya 12,25% (BPS, 2020). Sedangkan amanat UU adalah 30% dari luas daerah. Tercatat sekitar 90 pusat perbelanjaan masih berhutang RTH atau 85.000 m2 RTH (rth.bandung.go.id)

Pohon Pelindung & Kenaikan Suhu

Kota Bandung juga kekurangan pohon pelindung dimana jumlahnya saat ini hanya 229.649 pohon. Sedangkan jumlah pohon pelindung disebuah kota adalah 40% dari jumlah populasi penduduk. Maka dari itu, idealnya Kota Bandung harus memiliki 948.000 pohon. Jumlah ini diperlukan untuk mengembalikan kesejukan Kota Bandung seperti dulu. Suhu Bandung pada 2023 mengalami kenaikan 3 derajat celcius dibandingkan 2013. (BPS, 2022).

Banjir

Sebanyak 13 Kecamatan yang dialiri enam anak sungai Citarum rawan banjir selama musim hujan. Fisiografis berbentuk cekungan, minimnya daerah resapan, dan belum adanya waduk berkapasitas penampungan air membuat risiko banjir besar di musim penghujan. Selain itu, factor seperti rusaknya Kawasan utara, sampah, dan hanya 30% jalanan Kota Bandung yang memiliki drainase turut memperparah banjir di Bandung (Kompas, 2020)

Bencana Alam dan Non Alam

Rawan Gempa Sasar Lembang
Kota Bandung hanya berjarak 10km dari Sesar Lembang dari Gunung Manglayang hingga Padalarang. Sesar ini aktif dengan sliprate 3-6 mm/tahun. Potensi kerugian diperkirakan mencapai Rp51 triliun dengan 500.000 rumah rusak total (Bandungbergerak, 2021).

Setidaknya Ada 200 Kebakaran per Tahun
Kebakaran menjadi masalah serius bagi masayarakat urban. Setidaknya selama 2011 – 2021 terjadi 200 kebakaran tiap tahun. Penyebab kebakaran didominasi oleh korsleting listrik Bangungbergerak, 2022).

13 Kecamatan Rawan Banjir
Sebanyak 13 kecamatan yang dialiri enam anak sungai Citarum rawan banjir selama musim hujan (Antarajabar, 2022). Fisiografis berbentuk cekungan, minimnya daerah resapan, dan belum adanya waduk berkapasitias penampungan air membuat risiko banjir besar di musim penghujan. Selain itu, factor seperti rusaknya kawasan utara, sampah, dan hanya 30% jalanan Kota Bandung yang memiliki drainase turut memperparah banjir di Bandung (Kompas, 2020).

Krisis Air Bersih
Diperkirakan 2050 air bersih yang bersumber di bawah tanah akan habis total (Bandungbergerak, 2021). Banyaknya bangunan di Kota Bandung membuat laju air hujan tidak terserap. Akibatnya penurunan tanah terjadi 1-20 cm/tahun merata di seluruh Kota Bandung

Kemacetan & Sampah

Kemacetan

Pada 2022 jumlah kendaraan yang ada di Kota Bandung hampir menyamai jumlah penduduk, yaitu 2,2 juta kendaraan dengan rincian 1,7 juta kendaraan roda 2 dan 500.000 kendaraan roda 4 (Republika, 2023). Ini belum menghitung jumlah kendaraan dari wilayah lain di area metropolitan Bandung Raya yang masuk ke Kota Bandung. Dari segi transportasi public, Kota Bandung yang berstatus sebagai pusat metropolitan memiliki sarana transportasi public terintegrasi yang masih tertinggal. Minimnya rute serta ketidaktepatan jadwal dari trans metro pasundan dan trans metro bandung membuat masyarakat memilih kendaraan pribadi yang terjangkau dengan kredit.

Sampah

Jumlah sampah yang diproduksi penduduk Bandung mencapai 1.500 ton per harinya (Republika, 2023), setengahnya merupakan sampah organic. Hal ini membuat TPA Sarimukti sebagai tempat pembuangan sampah akhir Bandung Raya overload. Hal ini membuat pengurangan sampah di hulu menjadi focus utama untuk mencapai tujuan keberlanjutan lingkungan. Akan tetapi kesadaran masyarakat untuk memisahkan sampah organic dan an-organic masih rendah meski kampanye KangPisMan sudah dilaksanakan sejak 2018.