Pada awal abad ke-19, kesejukan udara dan keindahan alam di sekitar Bandung menarik perhatian orang Belanda. Sebagai hasilnya, Bandung menjadi tempat peristirahatan bagi parapejabat Belanda dan pusat kegiatan rekreasi. Pada tahun 1906, Bandung diresmikan sebagai Gemeente (Kota) berdasarkan keputusan Pemerintah Hindia Belanda
1809
Bupati R.A. Wiranatakusumah II beserta pengikutnya telah hijrah ke kawasan pilihannya. Semula ia bermukim di Cikalintu (wilayah Cipaganti), kemudian pindah ke Balubur Hilir, dan berikutnya Kampung Bogor (Kebon Kawung). Tempat tinggal sang bupati yang terakhir disebut berada di lahan Gedung Pakuan sekarang.
25 September 1810
Pemerintahan kolonial Hindia Belanda, melalui Gubernur Jenderalnya waktu itu Herman Willem Daendels, mengeluarkan surat keputusan tanggal 25 September 1810 tentang pembangunan sarana dan prasarana untuk kawasan ini. Dikemudian hari peristiwa ini diabadikan sebagai hari jadi kota Bandung.
1 April 1906
Pada tanggal ini Kota Bandung secara resmi mendapat status Gemeente (kota) dari Gubernur Jenderal J.B. van Heutsz dengan luas wilayah waktu itu sekitar 900 ha, dan bertambah menjadi 8.000 ha pada tahun 1949, sampai terakhir bertambah menjadi luas wilayah saat ini.
Peristiwa Bandung Lautan Api adalah peristiwa kebakaran besar yang terjadi di Bandung, provinsi Jawa Barat, Indonesia pada 23 Maret 1946. Sekitar 200.000 penduduk Bandung membakar kediaman mereka sendiri dalam peristiwa tersebut, kemudian meninggalkan kota menuju pegunungan di daerah selatan Bandung.
12 Oktober 1945
Pasukan Sekutu tiba di Bandung. Kedatangan mereka pada awalnya adalah untuk membebaskan tantara sekutu dari tahanan Jepang. Akan tetapi, Belanda/NICA menunggangi pasukan Sekutu dengan maksud ingin menguasai Indonesia Kembali
24 November 1945
Angkatan perang RI merespon dengan melakukan penyerangan terhadap markas-markas Sekutu di Bandung bagian utara termasuk Hotel Homann dan Hotel Preanger
27 November 1945
Kolonel MacDonald menyampaikan ultimatum kepada Gubernur Jawa Barat, Mr. Datuk Djamin agar rakyat dan tentara Indonesia segera meninggalkan wilayah Bandung utara
23 Maret 1946
Tentara Republik Indonesia (TRI) dibawah pimpinan Kolonel A.H. Nasution memutuskan untuk membumihanguskan Bandung agar tidak digunakan sebagai markas strategis militer pasukan Sekutu
Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika (KTT Asia-Afrika) merupakan Konferensi antara negara-negara Asia – Afrika yang Sebagian besar baru saja memperoleh kemerdekaan. Tujuan dari diselenggarakannya Konferensi ini adalah untuk mempromosikan ekonomi dan kebudayaan Asia-Afrika dan melawan kolonialisme atau neokolonialisme Amerika Serikat, Uni Soviet, atau negara imperialis lainnya. Indonesia (Bandung) menjadi tuan rumah diselenggarakannya KTT Asia-Afrika pertama kali pada tahun 1955
23 Agustus 1953
Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo (Indonesia) di Dewan Perwakilan Rakyat Sementara mengusulkan perlunya kerjasama antara negara-negara di Asia dan Afrika dalam perdamaian dunia.
25 April–2 Mei 1954
Berlangsung Persidangan Kolombo di Sri Lanka. Hadir dalam pertemuan tersebut para pemimpin dari India, Pakistan, Burma (sekarang Myanmar), dan Indonesia. Dalam konferensi ini Indonesia memberikan usulan perlunya adanya Konferensi Asia-Afrika.
28–29 Desember 1954
Untuk mematangkan gagasan masalah Persidangan Asia-Afrika, diadakan Persidangan Bogor. Dalam persidangan ini dirumuskan lebih rinci tentang tujuan persidangan, serta siapa saja yang akan diundang.
18–24 April 1955
Konferensi Asia-Afrika berlangsung di Gedung Merdeka, Bandung. Persidangan ini diresmikan oleh Presiden Soekarno dan diketuai oleh PM Ali Sastroamidjojo. Hasil dari persidangan ini berupa persetujuan yang dikenal dengan Dasasila Bandung.